TUKANG PARKIR
Kisah ini terjadi 5 Mei 2013 yang
lalu, tepatnya di hari minggu. Sebenarnya kondisi ku saat itu sangat baik
terkhusus dalam hal emosi. Aku sangat senang karena cuaca saat itu sangat sejuk
di pagi hari, meskipun semakin siang semakin panas (tapi tidak sepanas kota
Medan pastinya). Pagi itu, kira-kira pukul 9, aku baru aja pulang ibadah dengan
kondisi hati yang sangat riang karena menikmati kidung pujian dan firman saat
ibadah. Dalam perjalanan pulang dari gereja ke kos, aku sedang memikirkan
ngapailah enaknya hari ini ya habis gereja? Pertanyaan itulah yang melintas
dalam pikiranku. Sesampainya di kos aku langsung duduk sebentar sambil menonton
TV. Saat sedang menonton, aku diajak teman sekos untuk jalan-jalan di ke pasar
minggu kota malang. Pikirku, wahhh asiklah bisa melihat keramaian untuk sesaat.
Karena saat itu, aku sudah bosan di rumah mengerjakan tugas-tugas kuliah dan
presentasi yang sangat menyita waktu dan pikiranku. Maklumlah masi anak
kuliah,,apa lagi saat itu adalah bulan dimana tugas akan di kumpul plus final
project yang lumayan banyaknya.
Singkat cerita kami pun berangkat ke
pasar minggu tersebut dengan menggunakan sepeda motor teman ku itu. Sebelum berangkat
aku langsung mengambil helm pinjaman dari teman beberapa hari yang lalu untuk
di pakai. Setelah menggunakan helm, kami langsung cap cus ke TKP. Sesampainya disana,
kami langsung menuju parkiran untuk memarkirkan kendaraan kami. Disana kami
melihat beraneka macam dagangan yang unik-unik, mulai dari makanan, peralatan
rumah tangga, pakaian, dll. Emang sih ga ada niat mau beli barang, karena
tujuan utama kami hanyalah melihat-lihan saja. Setelah melewati banyak kios
kios, kami melihat banyak juga jenis-jenis makanan khas daerah di tempat itu. Akhirnya,
kami memutuskan untuk makan sejenis lontong (lupa namaya, tapi rasanya sangat
aneh). Kemudian, kami pun langsung kembali ke parkiran untuk pulang. Setelah
sampai ke parkiran, kami melihat tukang parkirnya sedang duduk santai di atas motor kami sambil tersenyum
ramah. Aku pun langsung berkata:
“Permisi mas…”
Nggeh mas...
bales si tukang parker dengan sopan (seperti itulah budaya Jawa setau ku).
Tukang parkirnya pun langsung
bergerak berdiri menjauhi sepeda motor kami dan jreeeengggggg……. Aku langsung
terkejut karena helm yang ku pakai tadi sudah hilang. Aku menghampiri si tukang
parkir.
“Mas, helm
saya dimana ya??? Jawabnya:”aduh mas, saya gak tau. Terus jawabku lagi: loh
bukannya mas dari tadi duduk di motor kami,kok helmnya hilang tidak di ketahui?
Si tukang parkirnya kembali lagi menjawab: wah sukur-sukur ga sepeda motornya
mas yang hilang, katanya dengan nada yang lembut sambil sedikit tersenyum. Kata-kata
dia itu sangat MAJLEB (bahasa jawa yang artinya menyakitkan hati). Awalnya aku
masih meladeni si tukang parkir dengan nada yang lembut, ehh semakin lama si
tukang parkir pergi menjauhi kami seolah-olah dia tidak bersalah atas kejadian
itu. Akupun menghampirinya lagi dan berkata: “jadi gimana ni mas? Dia pun
menjawab ya sudah biarin ajalah mas, kan sepeda motornya masih ada, gak apalah
gak pakai helm pulang gak ada kok polisi, kan rumahnya dekat. Daripada sepedanya
yang hilang kan lebih parah.” Begitulah katanya. Setelah mendengar kata-kata
itu, aku mulai emosi melihat sikapnya yang mulai tidak bertanggung jawab itu. Kataku
lagi padanya: percuma aja dong mas ada tukang parkirnya klo ada yang hilang,
apalagi tukang parkirnya duduknya di motor tersebut. Ehh,,,si tukang parkir
malah kembali berkata: “mas sih gak buat helmnya di joke motor jadi hilang deh.”
Padahal semua kendaraan disana juga rata-rata tidak menggantungkan helmnya di
joke motor.
Saat itu, emosiku pun mulai tidak
stabil dan berkata: mas, klo kerja itu yang bener dong, jangan hanya minta uang
parkiran dan setelah itu membiarkannya saja. Si tukang parkir pun mulai emosi,
tetapi akupun semakin emosi.
Saat itu, aku tiba-tiba melihat
beberapa helm bergantungan di pagar yang berjarak kira-kira 10 meter dari kami.
Aku pun langsung berkata kembali ke tukang parkirnya: mas, itu helm siapa?,,
oooo itu ga mungkin punya mas karena itu tempat penitipan helm dan helm-helm
yang disana khusus dititipkan kepada kami. Tetapi setelah ku amati, salah satu
helm yang di gantungkan itu sangat mirip dengan helm yang aku bawa tadi. Aku minta
ijin melihat helm tersebut kepada tukang parkir yang lain (teman yang di
sebelah tukang parkir pertama). Setelah aku menyentuh dan melihatnya, ternyata
emang benar itulah helm yang aku pakai karena aku sangat mengenali helm
tersebut. Si tukang parkirnya pun mulai panik dan berkata: kok bisa ya????? Melihat
kondisi itu aku langsung berniat memarahi tukang parkirnya. Ehhh sebelum aku mulai
marah dia malah meminta uang Rp.2000 lagi kepada ku. Akupun berkata:”loh
ngapai saya harus bayar, sayakan tidak menitipkannya?” si tukang parkir malah
berkata:” loh mas, daripada helmnya hilang tadi dan harus beli baru gimana??? Wahh
kata-kata itu semakin memancing emosiku meningkat dan akupun membentak tukang
parkir tadi sambil berkata: “MAS KALO MAU CEPAT KAYA, KAMU AMBIL AJA SEMUA HELM
YANG ADA DI MOTOR-MOTOR ITU DAN MENYIMPANNYA DI TEMPAT PENITIPAN HELM INI.
SUPAYA PEMILIKNYA BISA BAYAR LEBIH SAMA MAS ATO MALAH MAS BISA JUAL HELMNYA
KEPADA ORANG LAIN. KAN CEPAT KAYANYA”. Kataku dengan nada emosi versi Batak
(karena aku orang batak). Si tukang parkir pun semakin emosi dan berteriak
kepadaku:”Maunya mas apa, mau ajak rebut ya?” akupun kembali membalas:”emang
mau kamu apa?” jawabku dengan nada emosi. Akhirnya temanku pun melerai sambil
mengajak aku pergi secepatnya. Perkelahian itupun batal terjadi.
Sebenarnya, aku bukan tidak mau
membayar uang Rp. 2000 kepada si tukang parkir itu, meskipun pada akhirnya aku
juga memberinya karena pikirku dalam hati “daripada aku beli baru untuk
mengganti helm pinjaman ini, mending aku bayar ajalah”, aku hanya ingin memberi
pelajaran kepada si tukang parkir supaya dia jerah berbuat curang dalam pekerjaanya. Setelah kejadian itu aku hanya berharap
dia jerah dan tidak mengulangi hal yang memalukan itu kepada orang lain. Singkat
kata, kami pun pulang kerumah dengan helm yang lengkap walau sedikit kesal.